Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika, dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial

ETIKA BISNIS (2)
(SOFTSKILL)

Muthia Ratuzzahrah
17214658
3EA30


MODEL ETIKA DALAM BISNIS

Siapakah pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika dalam perusahaan? Pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu:

(1) Immoral Manajemen. Manajemen tidak bermoral didorong oleh kepentingan dirinya sendiri, demi keuntungan sendiri atau perusahaan. Kekuatan yang menggerakkan manajemen immoral adalah kerakusan/ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen tidak bermoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji di bawah upah minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta, dan sebagainya (Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough,Entrepreneurship and The New Ventura Formation, 1996, hal. 21).
 Contoh Kasus :






(2) Amoral Manajemen. Tujuan utama dari manajemen amoral adalah laba, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Yang terjadi pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu conoth dari manajemen amoral adalah penggunaan uji kejujuran detektor bagi calon karyawan.
 Contoh Kasus :







(3) Moral Manajemen. Manajemen bermoral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer bermoral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku.
Menurut pendapat Michael Josephson, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku, yaitu:
1)    Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-sungguh, terus-terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong.
2)   Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat, dan dapat dipercaya.
3)   Memeliharan janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, tidak menginterpretasikan persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalitas dengan dalih ketidakrelaan.
4)   Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan negara, tidak menggunakan atau memperlihatkan informasi rahasia, begitu juga dalam suatu konteks profesional, menjaga/melindungi kemampuan untuk membuat keputusan profesional yang bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas serta konflik kepentingan.
5)   Kewajaran/keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan, memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaa, serta tidak bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain.
6)   Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
7)   Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat orang lain, kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, tidak merendahkan dan mempermalukan martabat orang lain.
8)   Warga negara yang bertanggung jawab, yaitu selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan.
9)   Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal, baik dalam pertemuan pesonal maupun pertanggungjawaban profesional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan terbaik, dan mengembangkan serta mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
10) Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya serta selalu memberi contoh.

Contoh Kasus :








SUMBER NILAI-NILAI ETIKA

Secara garis besar dimanapun kita berada maka kita akan dihadapkan pada 4 hal yang dipandang sebagai sumber nilai-nilai etika dalam komunitas, yaitu :

   1.  Agama
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Pada dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya. Menurut Kanter (2001) tidak mungkin orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas pada hakikatnya bersangkut paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan terbaiknya adalah kita mengikuti perintah dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan kita (2) agama merupakan salah satu pranata kehidupan manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala, sehingga moralitas dalam masyarakat erat terjalin dengan kehidupan ber-agama (3) agama menjadi penjamin yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahyu Tuhan dan ajaran agama.

Contoh Kasus :







   2.  Filosofi
Filosofi juga menjadi acuan-acuan yang berkembang dalam proses pengambilan keputusan yang bersumber dari nilai-nilai etika. Ajaran-ajaran ini berkembang dari hasil pemikiran manusia dan terus berkembang dari tahun ke tahun.

Perkembangan ajaran filosofi terhadap kemunculan etika bisnis yaitu :
·         Socrates (470-399 SM)
Socrates mempercayai bahwa manusia ada untuk satu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan sesamanya. Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan terhadap diri dan pada dasarnya manusia itu jujur. Munculnya sikap jahat merupakan sebuah bentuk salah pengarahan terhadap diri seseorang. Dia juga memperkenalkan ide-ide hukum moral, bahwa hukum moral lebih tinggi kedudukannya dibanding hukum manusia.
·         Plato (428-348 SM)
Republik (dalam bahasa Yunani Politeia atau “negeri”) merupakan suatu bentuk uraian pandangan Plato terhadap keadaan “ideal” dari sebuah negara. Dalam bukunya, Plato menjelaskan bahwa pemerintahan yang ideal mengalami pergantian dalam lima tahun sekali, dimana sistem ini banyak diterapkan oleh kehidupan bernegara saat sekarang ini. Plato berpendapat bahwa keadaan ideal muncul sebagai hasil nilai-nilai kebajikan dan konsep kebenaran.
·         Aristoteles
Etika menurut Aristoteles adalah perilaku jiwa yang baik yang menuntun kepada kebahagiaan dan kebenaran. Keterbatasan pengetahuan tentang jiwa manusia tidak menjadi sebuah hambatan untuk mendalami konsep etika. Filsuf Yunani kuno seperti Aristoteles berpendapat bahwa jiwa manusia menginginkan sebuah kebahagiaan dan jiwa bahagia lahir dari perbuatan yang bersumber dari kebajikan moral. Hal inilah yang menjadi dasar perkembangan pola pemikiran barat dan keagamaan lain pada umumnya.

Contoh Kasus :









   3.  Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar.
Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama-sama sebagai landasan dalam kehidupan (Rusdin, 2002).

Contoh Kasus :







   4.  Hukum
Hukum adalah perangkat aturan – aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum menentukan ekspektasi – ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan mencoba mengatur serta mendorong pada perbaikan masalah – masalah yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita berharap bahwa dengan hokum dapat mengantisipasi semua tindakan pelanggaran sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.

Pada umumnya para pebisnis akan lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika mereka dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang suatu perangkat yang memiliki bentuk hukuman/punishment yang paling jelas dibandingkan sumber-sumber etika yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman yang sifatnya abstrak, seperti mendapat malu, dosa dan lain-lain. Hal ini sah-sah saja, tetapi ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan bisnis itu sendiri. Boatright (2003) menyebutkan ada beberapa alasan yang bias menjelaskan hal ini yaitu :

·         Hukum tidaklah cukup untuk mengatur semua aspek aktivitas dalam bisnis, sebab tidak semua yang tak bermoral adalah tidak legal. Beberapa etika dalam bisnis konsen pada hubungan interpersonal kerja dan hubungan dengan para pesaing, yang sangat sulit diatur melalui undang-undang. Contohnya adalah kasus persaingan para industri mie instan seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya.

·         Karena hukum selalu dibuat setelah pelanggaran terjadi, sehinga kita bias menyebut bahwa hukum selalun lambat dikembangkan dibandingkan segala masalah-masalah etika yang timbul. Sisi lainnya adalah biasanya untuk membuat suatu undang-undang atau aturan hukum akan membutuhkan waktu panjang juga. Undang-undang tidak bisa dibuat begitu saja ketika ada pelanggaran yang terjadi, tetapi akan melalui banyak tahap apalagi harus melalui proses juridis, dan terkadang banyak pertimbangan-pertimbangan ketika pembuatan undang-undang tersebut. Akhirnya banyak nilai-nilai yang ingin ditegakkan dalam pembuatan undang-undang tersebut bisa melenceng dari tujuan utamanya. Sebagai contoh adalah undang-undang tentang hak cipta terjadi diindonesia. Sudah berpuluh tahun lamanya pelanggaran hak cipta terjadi diindonesia, tetapi undang-undangnya baru berbentuk pada tahun 2002 kemarin. Begitu juga dengan kasus ponografi terjadi diindonesia, hingga saat ini pun belum juga ditemui kesepakatan bagaimana bentuk undang-undang ponografi itu sebenarnya diindonesia.

·         Terkadang hukum atau undang-undang itu sendiri selalu menerapkan konsep-konsep moral yang tidak mudah untuk didefinisikan sehingga menjadi sangat sulit pada suatu ketika untuk memahami undang-undang tanpa mempertimbangkan masalah-masalah moral.

·         Hukum sering tidak pasti. Walaupun suatu kejadian atau aktivitas dianggap legal, serta hukum/undang-undang haruslah diputuskan melalui pengadilan, dan dalam membuat keputusan, pengadilan selalu mengacu pada pertimbangan-pertimbangan moral. Banyak orang juga berfikir bahwa selama tindakannya tidak melanggar hukum adalah suatu yang benar walaupun apa yang dilakukannya bisa dianggap tiadak bermoral.

·         Hukum kadang tidak bisa diandalkan, apalagi jika bisnis itu berada pada suatu wilayah atau dari daerah yang tingkat penegakan hukumnya sangat rendah. Contohnya, pada masa orde baru, pembentukan peraturan dan undang-undang cenderung bergantung pada penguasa, sehingga undang-undang atau aturan saat itu cenderung untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu yang dianggap memiliki hubungan erat denagn pemerintah pada saat itu orang-orang yang menjadi kroni-kroni penguasa bisa menjadi orang yang kebal hukum dan tidak bisa dijerat dan dijatuhi hukuman.

Contoh Kasus :








FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL
Stainer (2006) menyebutkan ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu :
   1.  Leadership
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemapuan individu untuk mempengaruhi memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektifitas dan keberhasilan organisasi. Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula.

Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.

Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut, antara lain:
·         Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpinan, para anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan.
·         Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung.
·         Ketiga, pemimpin mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat memepengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.
Kepemimpinan yang beretika menggabungkan antara pengambilan keputusan yang beretika dan perilaku yang beretika. Tanggung jawab utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan yang beretika dan berperilaku yang beretika pula.
Ada beberapa hal  yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin yang beretika (Blanchard & Peale; 1998) :
a.    Mereka berperilaku sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuannya dan organisasi.
b.    Mereka berlaku sedemikian rupa sehingga secara pribadi, dia merasa bangga akan perilakunya.
c.    Mereka berperilaku dengan sabar dan penuh keyakinan akan keputusan yang diambilnya dan dirinya sendiri.
d.    Mereka berperilaku dengan teguh. Ini berarti berperilaku secara etika sepanjang waktu, bukan hanya bila dia merasa nyaman untuk melakukannya.
e.    Seorang pemimpin etika, menurut Blanchard dan peale, memiliki ketangguhan untuk tetap pada tujuan dan mencapai apa yang dicita-citakannya.
f.    Mereka berperilaku secara konsisten dengan apa yang benar-benar penting. Dengan kata lain dia tetap menjaga perspektif
Contoh Kasus :








   2.  Strategi dan Perfomasi
Strategi merupakan penetapan sasaran dan tujuan janngka panjang sebuah perusahaan, dan arah tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan itu. Keputusan-keputusan strategi memiliki karakteristik berikut :
·         Penting
·         Tidak mudah diganti
·         Melibatkan komitmen atas sumber daya dalam waktu tertentu

Strategi Bisnis dan Strategi Perusahaan
Terdapat dua sumber profitabiltas yang unggul (superior). Pertama, perusahaan dapat melibatkan diri pada industri yang karena daya tarik lingkungan industri, memperoleh pendapatan di atas tingkat pedapatan pesaing. Kedua, apa pun tingkat profitabilitas dalam industrinya, perusahaan dapat memperleh pendapatan pada tingkat pendapatan superior melalui keunggulan bersaing yang dipertahankannya diatas pesaing-pesaingnya.
Strategi perusahaan berkaitan dengan keputusan-keputusan ke mana bisnis seharusnya masuk dan keluar, dan bagaimana perusahaan seharusnya mengalokasikan sumber daya di antara bisnis-bisnis berbeda yang dimasuki-nya. Strategi bisnis berkaitan dengan cara-cara yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan keunggulan persaingan di dalam setiap bisnis utamanya.

Pada umumnya, strategi yang berhasil mengkombinasikan empat karakteristik utama :
1)    Sasaran sederhana jangka panjang. Landasan setiap strategi organisasi harus merupakan kejelasan dari sasaran. Apabila tidak ada konsensus dan konsistensi terhadap sasaran, strategi tidak akan dapat memberikan stabilitas dan kesatuan arah.

2)   Melalui analisis lingkungan pesaingan. Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan yang umum dari konsumen anggota masyarakat. Pemahaman tentang penilaian pasar saham, pandangan terhadap kemungkinan potensi akuisisi, dan keahlian dalam mengiden-tifikasi dan memotivasi para manajer (Mark & Spencer).

3)   Penilaian sumber daya yang obyektif. Keberhasilan Mark & Spencer dalam jangka panjang dapat merefleksikan kesadarannya akan sumber daya dan kemampuan utamanya. Termasuk reputasi yang berhubungan dengan nama perusahaan dan merk, kemampuan untuk memotivasi karyawan, keefektifannya dalam menangani kemitraan dengan para pemasok, serta kemampuannya menangani dan mengendalikan mutu.

4)   Penerapan yang efektif. Strategi yang paling cemerlang tidak akan berguna jika tidak diterapkan secara efektif. Penerapan yang efektif memerlukan pembentukan kepemimpinan, struktur organisasi, dan sistem manajemen yang memegang teguh komitmen dan koordinasi seluruh pegawai, dan mobilisasi sumber daya untuk melengkapi strategi tersebut.

Contoh Kasus : 






   3.  Karakteristik Individu
Perjalanan hidup suatu perusahaan tidak lain adalah karena peran banyak individu dalam menjalankan fungsi-fungsinya dalam perusahaan tersebut. Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakter individu.

Faktor –faktor tersebut yang pertama adalah pengaruh budaya, pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Faktor yang  kedua, perilaku ini akan dipengaruhi oleh lingkunganya yang diciptakan di tempat kerjanya. Faktor yang ketiga adalah berhubungan dengan lingkungan luar tempat dia hidup berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu  tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwuju dari tingkah lakunya. 
 Contoh Kasus :








   4.  Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
·         Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
·         Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
·         Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
·         Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
·         Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
·         Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.
·         Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
·         Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
·         Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
·         Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
·         Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Ciri-ciri Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1996 : 289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1)    Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2)   Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3)   Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4)   Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5)   Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.
6)   Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7)   Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).
 Contoh Kasus :







Sumber :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Norma dan Etika dalam Pemasaran, Produksi, Manajemen SDM dan Keuangan

Makalah BAB VI